Apa sih pesan atau wejangan yang pingin banget disampein ke orang yang mau memasuki umur 20-an?
Lima tahun lalu saat memutuskan pindah ke Jakarta, saya mengejar mimpi untuk bersama orang yang saya suka. Beberapa bulan kemudian mimpi saya berakhir. Saya patah arang dan memutuskan untuk pulang.
Beberapa orang yang saya hormati mencegah. Mereka bilang, pulang kembali ke rumah saya di jawa timur tidak akan mengubah apapun. Saya memutuskan tinggal, nyaris mekanik, tak ada mimpi, tak ada obsesi.
Saya lupa alasan untuk tinggal di Jakarta. Malam ini saya coba mengingat alasan itu. Hari demi hari di Jakarta saya jalani secara mekanik, bahwa hari ini tidur, besok bekerja, hari ini menulis besok juga. Tak ada yang baru.
Saya lupa hal-hal sederhana seperti menghidu bau, menikmati dinginnya air saat mandi, atau kapan terakhir saya menelpon ibu. Jadi dewasa itu getir. Saya melupakan hal-hal penting yang saya kira harus diingat selamanya.
Malam ini tiba-tiba saya ingat, saat kecil saya punya teman, orang arab bernama Ridho. Ia kecil, rambutnya ikal keemasan, hidungnya mancung, dan kalau tertawa giginya terlihat bersih. Di rumah Ridho saya pertama kali belajar merokok, gagal. Saya muntah, sejak saat itu saya benci tembakau dan rokok.
Nyaris setiap pulang sekolah saya selalu bermain dengan Ridho, hingga akhirnya kami lulus SD, Ridho pindah dan saya lupa kapan terakhir kami bertemu. Mengerikan bukan? Pada satu titik, kamu dan teman-teman masa kecilmu berhenti bermain, berhenti bertemu dan kamu melupakan mereka.
Di Jakarta seperti itu. Saya menemukan teman baru, menjaga teman yang lama, tapi ada di mana, di satu titik. orang yang dulu pernah tiap hari ngopi bersama, makan bersama, hari ini jadi asing sama sekali, kita tak lagi pernah bicara padanya, melupakan keberadaannya.
Kota ini membuat saya malas berpergian. Mungkin karena memang tak punya alasan untuk bertemu dengan orang lain. Semakin dewasa kamu akan menyadari, lingkar pertemanan mengecil, kamu hanya akan meluangkan waktu untuk orang-orang yang benar-benar penting, yang benar-benar kamu sayang.
Kita akan berhenti minum alkohol hingga pagi, usia dan tubuhmu tak lagi mampu melakukannya. Kita tak bisa lagi dengan spontan pergi ke Bandung malam ini untuk kemudian kembali ke Jakarta besok pagi. Waktu dan tenaga sudah tak ada lagi. Yang tersisa dari pertemanan yang ada hanya ingatan, juga kenangan.
Facebook menyimpan kenangan itu. 10 tahun lalu saya akrab dengan siapa, pacaran dengan siapa, merayu siapa, bertengkar dengan siapa. Hingga pada akhirnya, berhenti, melupakan dan menjalani hidup sendiri-sendiri.
“At some point in your childhood, you and your friends went outside to play together for the last time and nobody knew it.”
Beberapa orang yang saya hormati mencegah. Mereka bilang, pulang kembali ke rumah saya di jawa timur tidak akan mengubah apapun. Saya memutuskan tinggal, nyaris mekanik, tak ada mimpi, tak ada obsesi.
Saya lupa alasan untuk tinggal di Jakarta. Malam ini saya coba mengingat alasan itu. Hari demi hari di Jakarta saya jalani secara mekanik, bahwa hari ini tidur, besok bekerja, hari ini menulis besok juga. Tak ada yang baru.
Saya lupa hal-hal sederhana seperti menghidu bau, menikmati dinginnya air saat mandi, atau kapan terakhir saya menelpon ibu. Jadi dewasa itu getir. Saya melupakan hal-hal penting yang saya kira harus diingat selamanya.
Malam ini tiba-tiba saya ingat, saat kecil saya punya teman, orang arab bernama Ridho. Ia kecil, rambutnya ikal keemasan, hidungnya mancung, dan kalau tertawa giginya terlihat bersih. Di rumah Ridho saya pertama kali belajar merokok, gagal. Saya muntah, sejak saat itu saya benci tembakau dan rokok.
Nyaris setiap pulang sekolah saya selalu bermain dengan Ridho, hingga akhirnya kami lulus SD, Ridho pindah dan saya lupa kapan terakhir kami bertemu. Mengerikan bukan? Pada satu titik, kamu dan teman-teman masa kecilmu berhenti bermain, berhenti bertemu dan kamu melupakan mereka.
Di Jakarta seperti itu. Saya menemukan teman baru, menjaga teman yang lama, tapi ada di mana, di satu titik. orang yang dulu pernah tiap hari ngopi bersama, makan bersama, hari ini jadi asing sama sekali, kita tak lagi pernah bicara padanya, melupakan keberadaannya.
Kota ini membuat saya malas berpergian. Mungkin karena memang tak punya alasan untuk bertemu dengan orang lain. Semakin dewasa kamu akan menyadari, lingkar pertemanan mengecil, kamu hanya akan meluangkan waktu untuk orang-orang yang benar-benar penting, yang benar-benar kamu sayang.
Kita akan berhenti minum alkohol hingga pagi, usia dan tubuhmu tak lagi mampu melakukannya. Kita tak bisa lagi dengan spontan pergi ke Bandung malam ini untuk kemudian kembali ke Jakarta besok pagi. Waktu dan tenaga sudah tak ada lagi. Yang tersisa dari pertemanan yang ada hanya ingatan, juga kenangan.
Facebook menyimpan kenangan itu. 10 tahun lalu saya akrab dengan siapa, pacaran dengan siapa, merayu siapa, bertengkar dengan siapa. Hingga pada akhirnya, berhenti, melupakan dan menjalani hidup sendiri-sendiri.
“At some point in your childhood, you and your friends went outside to play together for the last time and nobody knew it.”
Liked by:
Awanda
ImeyMaulanaAlam
Abcd
Ridha Adz-Dzakiey
Ryan Nugraha
S