Wah, berat.
Harus diselidiki dulu ke awal mulanya, karena bisa jadi penyebabnya adalah:
1. Lingkungan di sekolah tidak membuat si anak nyaman.
Ini kenapa menurut gue pribadi peran orangtua untuk mengawasi buah hatinya di awal masa bersekolah itu penting, gak bisa sepenuhnya dilepas ke guru--sekalipun mereka disebut sebagai ‘orangtua anak-anak di sekolah’ tapi gak bisa jadi alasan untuk melepas tanggung jawab orangtua terhadap tumbuh kembang anaknya.
Maksudku, orangtua kan pasti (dan mestinya) lebih ngerti tentang anak mereka, jadi kalau orangtuanya ada di sekitar, anak merasa aman dan otomatis bisa langsung cerita kalau ada suatu hal yang bikin anak gak nyaman supaya bisa dikomunikasikan ke pihak sekolah.
---
2. Anak terlalu nyaman di dunianya sendiri. Ini biasanya terjadi karena orangtua ‘malas ngurus’.
Contoh: Anak yang mestinya aktif secara fisik dan motorik lewat kegiatan yang mengasah pikiran lewat observasi dan gerakan, justru dibatasi dengan premis, “Mama/Papa gak mau kamu luka,” atau, “Di rumah aja di luar banyak anak nakal.” Terus dikasih HP aja deh buat nonton biar kalem.
Kalau gak didukung interaksi dan edukasi yang lebih intens untuk menjadikan anak aktif, akhirnya si anak bisa jadi manusia pasif, makanya gak nyaman berada di keramaian (keluar dari zona nyaman) dan malas bersekolah.
---
3. Orangtua kurang memberi stimulan soal pentingnya edukasi
Ini udah paling parah. Kalau kejadian, tandanya orang ini belum pantas punya anak.
Stimulasi anak untuk mau belajar bisa dari banyak hal. Mulai dari belajar berkomunikasi agar kemampuan analitis dan observasinya meningkat (kemampuan interaksi juga tumbuh secara berkala karena anak akan percaya diri untuk berkomunikasi secara aktif), sampai lewat buku dan konten visual (di bawah pengawasan serta arahan orangtua tentunya).
Jadikan si anak kritis (dan sopan) sejak kecil, supaya ketika dalam masa pertumbuhan, ia bisa secara aktif belajar lewat interaksinya dengan orang yang ditemui, termasuk di sekolah.
View more