Hi! This morning I just stumbled upon this talkshow called Curahan Hati Perempuan which its basic premise is to invite woman in mask to share her sad (or inspirational, as they call it) stories to public. What's your opinion; do you think it's empowering women, or is it degrading them instead?
Admin jawab pakai perspektif ya :D
Jika menggunakan otonomi tubuh sebagai dasarnya, seseorang mempunyai hak penuh untuk melakukan apapun terhadap tubuhnya, termasuk berbicara dan bercerita.
Jika menggunakan harm principle dari Mills, tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh individu adalah tindakan yang menyebabkan "harm" terhadap pihak lain.
Kalau dari dua pandangan diatas, berbagi tentang cerita hidup yang sedih (atau inspirasional) merupakan hal yang sah-sah saja, karena hal tersebut merupakan hak tubuh sang informan, dan tidak merugikan orang lain.
Tapi kalau dalam teori konflik, ilustrasi anon di atas dapat dipandang sebagai komodifikasi (pemberian nilai jual) terhadap pengalaman hidup sang informan. Tentu saja pihak yang diuntungkan dalam kasus ini adalah media, karena mereka mendapat keuntungan dari hasil "penjualan" pengalaman hidup informan. Ekstrimnya, manusia, khususnya pengalaman hidup manusia diposisikan sebagai barang semata.
Kalau menggunakan perspektif ini, bisa dibilang hal tersebut degrading.
Tapi lagi-lagi, kita tetap perlu mengklarifikasi hal ini pada subjeknya, kalau perempuan diatas tidak merasa direndahkan, berarti hal tersebut bukan masalah. Realitas yang penting adalah realitas orang yang mengalami hal tersebut :D
Semoga menjawab!
Jika menggunakan otonomi tubuh sebagai dasarnya, seseorang mempunyai hak penuh untuk melakukan apapun terhadap tubuhnya, termasuk berbicara dan bercerita.
Jika menggunakan harm principle dari Mills, tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh individu adalah tindakan yang menyebabkan "harm" terhadap pihak lain.
Kalau dari dua pandangan diatas, berbagi tentang cerita hidup yang sedih (atau inspirasional) merupakan hal yang sah-sah saja, karena hal tersebut merupakan hak tubuh sang informan, dan tidak merugikan orang lain.
Tapi kalau dalam teori konflik, ilustrasi anon di atas dapat dipandang sebagai komodifikasi (pemberian nilai jual) terhadap pengalaman hidup sang informan. Tentu saja pihak yang diuntungkan dalam kasus ini adalah media, karena mereka mendapat keuntungan dari hasil "penjualan" pengalaman hidup informan. Ekstrimnya, manusia, khususnya pengalaman hidup manusia diposisikan sebagai barang semata.
Kalau menggunakan perspektif ini, bisa dibilang hal tersebut degrading.
Tapi lagi-lagi, kita tetap perlu mengklarifikasi hal ini pada subjeknya, kalau perempuan diatas tidak merasa direndahkan, berarti hal tersebut bukan masalah. Realitas yang penting adalah realitas orang yang mengalami hal tersebut :D
Semoga menjawab!