@SGRCUI

SGRC, Indonesia

Ask @SGRCUI

Sort by:

LatestTop

Previous

Bagaimana Anda memandang seks rekreasi?

The origins of human sexuality: procreation or recreation?
Can be either or both, and much more than just that~
Evolution moved sexuality away from a pure reproductive meaning, with non-procreative activity or we can say lately, recreation. Even before that, human tend to avoid sex (to avoid procreation) rather than seeking conception during intercourse.Therefore, the pleasure of sexual activity, is not a product or result of procreation only~
Here I put some research :
Abramson and Pinkerton (2002) asserted that the meaning of sexuality not only is not just procreation, but is indeed pleasure itself: ‘From the pristine vantage point of religious, political, and evolutionary doctrine, it is sometimes argued that the sole function of human sexuality is reproduction. As a consequence, non-reproductive expressions of sexuality are deemed illicit, immoral, or illogical. However, we believe the primacy of reproduction to be vastly overemphasized, and the insistence on procreation as the end-all of human sexuality to be inherently misguided.’

View more

Seberapa pentingkah pendidikan seks yang tepat di usia dini? Apakah standar ketepatan tersebut?

Pendidikan seksual yang komprehensif sangat penting, dan bukan hanya untuk anak-anak. Standar ketepatan tersebut adalah cara penyampaian dan konteks yang sesuai tahapan perkembangan manusia.
Contohnya, pendidikan seks untuk usia dini berbeda dengan untuk remaja. Pendidikan seks usia dini harus disampaikan dengan cara yang dimengerti anak-anak dan dalam tataran konkret, seperti pengenalan anatomi tubuh dengan sederhana, bagian tubuh pribadinya dan bahwa tubuhnya adalah miliknya, dan bagaimana merawat tubuh secara sederhana.
Kalaupun Anda menolak untuk mengajarkan, anak-anak belajar dari interaksi, sikap, hubungan dengan orang lain di sekitarnya. Yes, they can see and learn! That explains the way how children learn about love, appreciation, caring atau justru belajar tentang racism, hatred, stereotyping dalam kehidupan sehari-harinya.

View more

Mengapa objektifitasi dan eksploitasi tubuh perempuan di media lebih dipermasalahkan ketimbang pada laki-laki?

Media punya agenda dan tujuan masing-masing. Ekploitasi tubuh, baik perempuan, laki-laki, maupun anak-anak, tanpa concern, selayaknya untuk dipertanyakan secara setara. Mengapa lebih banyak perempuan yang dipermaslahkan? Tidak hanya perempuan, kok, yang terkena dampaknya, laki-laki juga. Contohnya bisa dilihat dari bagaimana media menampilkan perempuan yang kurus dan langsing sebagai wanita yang ideal, hal ini berimbas pula pada gambaran laki-laki yang ditampilkan berotot dan berisi. Bahkan, objectification can be primed in men and women (Aubrey, 2006)

People you may like

kykiky_’s Profile Photo Kiky
also likes
hateandloveforever’s Profile Photo Laney
also likes
sweetheart98’s Profile Photo חַנָּה
also likes
xBaoxiu’s Profile Photo Mikauuu ♡
also likes
SaPetro’s Profile Photo Sabrina Petrolo
also likes
PiccolaIsabella’s Profile Photo Isabella Petrolo
also likes
wildfirevalkyrie’s Profile Photo 별빛
also likes
Lizzietje’s Profile Photo Elisa™
also likes
Tú Bẹo
also likes
mona_ahmed19’s Profile Photo Mona Ahmed
also likes
DovahMonah’s Profile Photo DovahMonah
also likes
spicyginger1888_’s Profile Photo spicyginger1888
also likes
Want to make more friends? Try this: Tell us what you like and find people with the same interests. Try this: + add more interests + add your interests

Bagaimana pendapat Anda terhadap pernyataan "DON'T TELL WOMEN HOW TO DRESS; TELL MEN NOT TO RAPE"?

Pernyataan tersebut dibuat karena adanya pandangan awal bahwa penyebab dari perkosaan adalah karena rok wanita yang pendek, baju yang seksi. Pada kenyataannya, tidak demikian. Namun, yang digarisbawahi adalah tidak hanya perempuan yang menjadi korban perkosaan. Perkosaan dan pemerkosa tidak terkait dengan gender atau usia tertentu. The statement should be "Teach and tell yourself not to rape"

Lantas, apakah seseorang dapat menjadi feminis sekaligus suka datang ke fashion week, mengenakan high-heels dan make-up, dan diet ketat untuk mendapatkan tubuh sesuai yang dia inginkan?

Perkembangan feminisme telah melewati beberapa gelombang, dan masing-masing gelombang membawa sesuatu yang "baru" dalam hal pendefinisian feminisme
Feminisme gelombang satu berkembang di awal abad ke 19 sampai tahun 1960an. Fokus gelombang pertama ini adalah hak untuk memilih dalam politik (feminis liberal) dan hak untuk memiliki properti serta bekerja (feminis marxis dan sosialis).
Gelombang kedua, berkembang pada tahun 1960 sampai 1990an mulai fokus pada hal-hal terkait hak reproduksi, kesenjangan dalam keluarga, dan kesenjangan di tempat kerja. Pada gelombang kedua ini lahir pandangan feminis radikal yang menganggap bahwa supremasi laki-laki adalah bentuk termurni dari sebuah dominasi, dan hal tersebut harus dihancurkan.
Gelombang ketiga, yang berlangsung di awal tahun 90an sampai sekarang melahirkan pandangan baru mengenai feminisme, yang pertama adalah feminis multikultural, dimana perempuan di seluruh dunia tidak mengalami opresi yang sama karena variabel ras dan agama turut bermain dalam menentukan kadar opresi yang mereka terima, serta feminis postmodern, dimana setiap perempuan memiliki kapasitas untuk memaknai apa itu feminisme baginya, dan bagaimana caranya mengekspresikan hal tersebut.
Pertanyaan anda sangat tergantung dengan perspektif feminisme mana yang digunakan untuk menjawab pertanyaan. Bagi feminis radikal misalnya, standar kecantikan adalah produk patriarki yang harus dihancurkan, berarti orang dalam kasus anda tentu saja bukan seorang feminis.
Namun dari perspektif feminisme postmodern, seorang perempuan bisa saja tetap pergi ke fashion week, dan menggunakan make up karena makna feminis sangatlah subjektif di tiap-tiap perempuan. Make up baginya mungkin menggambarkan kebebasan berekspresi, dan tubuh ideal melambangkan kuasa penuh akan tubuhnya diatas laki-laki.
Menarik kan?

View more

Apa pendapat Anda mengenai penggunaan tubuh model sebagai "kanvas kosong" untuk memamerkan busana dalam fashion? Bukankah standar "kanvas kosong" yang baik berbeda dengan standar "tubuh ideal"? Siapakah yang patut dipersalahkan—desainer, media, masyarakat, atau ada salah pengertian di dalamnya?

Pertanyaannya agak mirip dengan pertanyaan sebelumnya.
Baik kerangka berpikir kanvas kosong maupun tubuh ideal, keduanya sama-sama mengobjektifikasi tubuh model, atau dengan kata lain, sama-sama menganggap bahwa tubuh model adalah komoditas yang bisa diperjualbelikan. Apakah cara pandang seperti ini salah? penanya mungkin bisa dengan bijak melihat ulasan mengenai perspektif ilmu sosial dibawah untuk menjawab pertanyaan ini.
Jika ditanya pihak mana yang paling bertanggung jawab, kita dapat membagi jawaban dalam tiga perspektif, blame the structure, blame the victim, blame both of them, atau multidimensional perspective.
Jika menyalahkan struktur, berarti pihak yang bertanggungjawab adalah industri fashion secara luas yang dikuasai oleh pemilik modal, serta negara yang tidak mampu mengontrol ekspansi industri fashion secara besar-besaran.
Jika menyalahkan korban, maka pihak yang paling bertanggungjawab adalah desainer dan konsumen yang secara aktif terlibat dalam hubungan produksi-konsumsi standar tubuh ideal.
Jika menggunakan perspektif multidimensional, kita dapat melihat bahwa struktur, dalam hal ini industri, membentuk standart tubuh ideal yang kemudian dikonsumsi dan direproduksi oleh desainer dan konsumen.
Intinya, lagi-lagi semua tergantung perspektif. Tapi kenapa sih kita harus menggunakan perspektif? karena resolusi permasalahan akan tergantung dengan perspektif yang kita pilih nantinya. Misalnya, dengan menyalahkan struktur berarti intervensi juga harus dilakukan di level struktur dengan menekan industri melalui kebijakan, namun jika menggunakan perspektif victim, maka intervensi harus dilakukan di level kultural dengan mengubah budaya konsumtif dan definisi kecantikan melalui proses sosialisasi di akar rumput
Gimana? indah kan banyak perspektif kayak gini :3

View more

Apakah para pekerja di dunia fashion ikut bersalah atas munculnya body-shaming dan standar kecantikan mainstream?

Pertama-tama mari kita bahas standar kecantikan.
Ilmu sosial cenderung melihat sebuah fenomena dari tiga perspektif. Struktural fungsional, konflik, dan interaksionisme simbolik. Perspektif struktural fungsional (SF) akan memposisikan standar kecantikan sebagai sesuatu yang memiliki fungsi di dalam masyarakat. Adanya standar kecantikan akan memberikan tujuan kolektif bagi perempuan, dan adanya tujuan kolektif akan mempererat solidaritas perempuan, kenapa? karena mereka semua ingin menjad cantik. Standar kecantikan juga akan menggerakan sektor ekonomi, khususnya dalam penjualan produk kosmetik.
Jika dihadapkan pada perspektif ini, maka pekerja dunia fashion tidak bersalah, justru mereka berjasa karena dengan mereproduksi standar kecantikan, keseimbangan masyarakat dapat terjaga dan sektor ekonomi terus bergerak.
Perspektif selanjutnya, konflik (K) cenderung melihat sesuatu secara kritis. Bagi perspektif konflik, kecantikan adalah hasil konstruksi pihak yang memiliki kuasa lebih. Ya, asumsi dasar perspektif konflik adalah ada masyarakat yang mendominasi, dan ada yang didominasi. Standar kecantikan dibuat oleh pihak dominan, dalam kasus ini pemilik modal dan pihak-pihak yang memiliki legitimasi dalam rangka mengumpulkan keuntungan sebanyak banyaknya.
Jika dihadapkan pada perspektif ini, apakah desainer bersalah?. Belum tentu. Perlu diingat bahwa desainer merupakan buruh atau pihak yang diperkerjakan dalam industri fashion. Jadi bisa dibilang desainer juga korban karena dipaksa mereproduksi imaji kecantikan sebagai tuntutan kapitalis.
Perspektif terakhir, Interaksionisme Simbolik (IS) menekankan pada cairnya realitas dan kebebasan masing-masing pihak untuk memaknai kenyataan. Setiap orang memiliki standar masing-masing terhadap kecantikan yang unik dan berbeda dari orang lain.
Jika dihadapkan pada perspektif ini, baik desainer maupun konsumen fashion memiliki standar masing-masing terhadap apa itu cantik, dan terlibat secara aktif dalam mengkonstruksikan imaji kecantikan. Misalnya, kalau teman-teman lihat ada pergeseran definisi cantik dari kulit putih, menjadi kulit coklat. Jadi, dalam perspektif ini desainer tidak salah, karena seluruh lapisan masyarakatlah, dalam proses negosiasi di berbagai level yang bertanggungjawab atas munculnya standar kecantikan.
Jadi intinya, tergantung perspektif mana yang digunakan :3 *cariaman*

View more

seks itu agung... ga usah diumbar&dibicarakan lebih baik usah gimana caranya akhlak bangsa dibenahi. mahasiswa kan?

Seks - atau yang anda maksud aktivitas seksual, yang tidak dibahas dan tidak dibicarakan, dan diagungkan, akan melahirkan miskonsepsi dan justru melahirkan berbagai masalah baru.
Dengan tidak membicarakan seks, bukan berarti masalah atau segala hal yang berkaitan dengannya will magically go away, tanpa mengetahui which one is healthy and good
Here are some reason why we need to talk about sex, dan justru karena mahasiswa, seharusnya bisa membahas topik apapun yang terkait, tidak hanya sekedar membahas akhlak anak bangsa ;
1. If we don't talk about it, others will, and already are. Being silent means letting people, other people to shape and talk about sex for us
2. Sexuality, the things that we've been and will have to discuss about, it's more than just sexual activity as in sexual intercourse or so. We're talking about political, social, economic, psychology, popular trends, health, ideology, culture, and many more.
3. The view of sex is neutral, it's a basic need that can be reflected through view, attitudes, behavior, and cognition.

View more

Hari ini plenary meeting nya pukul berapa dan dimana ya?

So sorry for the late reply. Tadi dilaksanakan jam 7 malam sesuai alamat yang dikirimkan lewat email (dekat kukel). Jika butuh informasi yang lebih cepat, bisa menrion @SGRCUI atau WhatsApp ke nomor yang tertera ya!
Liked by: Sour Mimosa

bagaimana liberalisme memandang sejarah perjuangan kelas?

Wah, supaya pertanyaan nya bisa dijawab dengan tepat, bisa ditanyakan ke ask.fm/UILDSC ya.
Liked by: Sour Mimosa

Mau tanya, organisasi ini membantu untuk mendapatkan pacar juga gak ?

By expanding your field of eligibles and educating yourself to be a potential mate, you mean? Prolly!
Liked by: Sour Mimosa

What should i do? Most of my peers have a bad attitude different sexual orientation, they insult LGBT people, it's really hard for me to come out, i really want to come out

There is no one right or wrong way to come out. It's a lifelong process of being ever more open and true for yourself and others - done in your own way and in your own time. It's your decision.
Be careful not to let your self-esteem depend entirely on the approval of others. If a person rejects you and refuses to try to work on acceptance, that’s not your fault. If time does not seem to change the individual’s attitude toward you, then you may want to re-evaluate your relationship and its importance to you.
Remember that you have the right to be who you are, you have the right to be out and open about all important aspects of your identity including your sexual orientation and/or gender or sex identity, and in no case is another person’s rejection evidence of your lack of worth or value.
Reach them personally one by one to understand more about their personal view. The only thing that can reduce prejudice is contact, anw.
If you need some resource to help, check this Resource Guide to Coming Out --> hope.ly/1AtlOVw

View more

Admin, mau nanya kalo Orientasi sexual itu apakah cuma sekadar fondness terhadap manusia yang memiliki gender ataukah lebih ke arah fondness of sex? Maksud gue, gue Homoseks dan gue menyukai sesama jenis, tapi gue ga gampang "turned on".. Bahkan sekalipun si doi terlanjang. Apakah itu kelainan?

Orientasi seksual adalah ketertarikan fisik, emosional, dan/atau seksual. It's not weird at all that you can't be easily turned on except that you do have erectile dysfunction. Turned on and off isn't only biological (tidak seperti menghidupkan dan mematikan lampu), but also psychological (the need to feel valued, appreciated, accepted, and yes, desired)

Kak, kl misalnya ada orang yg nepi di pinggir jalan, terus pamer alat genitalnya ke seseorang dgn randomnya, itu tergolong apa ya kak? Kelainan, pelecehanan, atau apa kak? Kl misalnya kejadian ini terulang lagi, sebaiknya orng yg melihat hasil pamernya gmn kak? Makasih kak.

Tergolong dalam kategori parafilia (dalam DSM V) sehingga dapat dikategorikan sebagai mental disorder.
Here goes the definition: A flasher/exhibitionist is someone who is getting naked in a public place where people who are NOT CONSENTING to seeing them can see them. Some flashers/exhibitionists get aroused by this, others find that the behavior reduces anxiety or gives them a sense of control. But the key to an exhibitionist is being seen in a way that they aren't supposed to be. Dengan merujuk kata "NOT CONSENTING", berarti tindakan tersebut tidak dibenarkan.
JIka bertemu dengan exhibitionist :
Berusaha tenang dengan tidak memberikan reaksi yang dia inginkan, terus berjalan atau menghindar (sambil tetap tenang) atau berikan reaksi yang bertentangan seperti ekspresi jijik (dan bukan takut) atau menunjukkan kalau itu tidak menarik.

View more

kak, yang pertemuan nanti hari sabtu tuh isinya apa aja? terus ntar banyak mahasiswa LGBT gitu juga ya??

Pertemuan hari sabtu membahas agenda dan struktur serta tujuan besar SGRCUI. Kalau tentang mahasiswa LGBT, kami tidak tahu karena identitas adalah milik pribadi, namun kami tidak menolak bentuk identitas apapun untuk bergabung bersama SGRCUI.
Liked by: Sour Mimosa

Kak, kl misalnya ada yg bilang "Gay/Lesbi/Bi itu menyimpang dari agama dan seharusnya tidak diperkenankan terjadi di society, tanggapannya gmn?

Agama mengajarkan nilai-nilai kebaikan dasar sebagai manusia. Dengan mengutamakan azas tersebut, nilai-nilai kebaikan sebagai manusia lah yang sebaiknya dijunjung tinggi. We ain't God to judge.
Liked by: Sour Mimosa

Next

Language: English